Galliani Bicara Hati, Sepak Bola, dan Kenangan 31 Tahun Bersama Milan
Meski kini menjabat sebagai CEO Monza, Adriano Galliani tak bisa menyembunyikan keterikatan batinnya dengan AC Milan. Dalam sebuah acara amal bertajuk Charity Gala Dinner yang digelar di Roma menjelang final Coppa Italia, mantan Direktur Eksekutif Rossoneri itu kembali menunjukkan betapa dalamnya jejak emosional sebelumnya IDNSCORE.
“Bagaimana mungkin melupakan 31 tahun bersama Milan? Tentu saya mendukung mereka,” ujar Galliani, dengan nada yang sarat makna. Pernyataan tersebut sontak mengundang simpati, terutama bagi para pendukung Milan yang masih memandang Galliani sebagai sosok penting di balik masa kejayaan klub.
Monza dan Kenangan Bersama Berlusconi
Meski hati Galliani masih merah-hitam, tanggung jawab profesionalnya kini terletak di Monza klub yang punya nilai sentimental tersendiri. Ia lahir dan besar di kota tersebut, dan bersama almarhum Silvio Berlusconi, berhasil membawa Monza menembus kasta tertinggi sepak bola Italia untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Musim ini, Monza dipastikan harus angkat kaki dari Serie A setelah gagal bertahan.
“Saya sedih, karena saya lahir di Monza. Tapi berkat Berlusconi, kami sempat mencicipi Serie A. Kini kami harus mencoba lagi musim depan,” katanya. Ucapan itu bukan hanya pernyataan biasa, tetapi refleksi dari seorang tokoh yang menyaksikan langsung bagaimana mimpi klub kecil bisa menjadi nyata, meski hanya sebentar.
Final Coppa Italia dan Filosofi Galliani
Final Coppa Italia yang mempertemukan AC Milan dan Bologna menjadi topik hangat malam itu. Namun, saat ditanya mengenai prediksi hasil pertandingan, Galliani memilih menjawab dengan cara khasnya: bijak namun bernas.
Bagi Galliani, sepak bola bukan sekadar soal skor akhir. Ini soal emosi, drama, dan momen tak terduga alasan mengapa jutaan orang mencintai olahraga ini.
Persoalan Kepindahan Carlo Ancelotti
Galliani juga sempat berbicara soal rencana kepindahan Carlo Ancelotti ke tim nasional Brasil, menyebutnya sebagai langkah yang tepat untuk pelatih yang pernah membawakan banyak kesuksesan untuk AC Milan.
Galliani mengatakan, “Carlo sedang mencari rumah di Brasil, dan ia terlihat bahagia. Saya rasa dia cocok untuk tim itu karena Brasil adalah tim kedua bagi semua orang, setelah negara mereka sendiri tersingkir.”
“Kalau mereka saja bisa dikritik setelah memenangkan tujuh Liga Champions, maka dunia ini memang sudah gila,” ucapnya sambil tersenyum. Sebuah kalimat yang sekaligus menjadi pembelaan tersirat atas tekanan yang sering dialami manajemen klub besar, tak peduli seberapa sukses mereka.
Galliani Bicara Soal Scudetto: Inzaghi atau Conte?
Menutup malam, Galliani diminta memilih antara Simone Inzaghi dan Antonio Conte dalam perebutan Scudetto musim ini. Seperti biasa, ia memilih jalan diplomatis, namun tetap menyampaikan kekagumannya terhadap kinerja pelatih Inter Milan.
“Saya tidak tahu siapa yang lebih unggul, tetapi keunggulan satu poin itu bisa sangat berarti. Simone sedang melakukan pekerjaan yang luar biasa,” ujarnya.
Jawaban Galliani merefleksikan pengalamannya yang panjang di dunia sepak bola: tak mudah tergoda membuat pernyataan bombastis, tapi selalu mampu menyisipkan penghargaan bagi siapapun yang layak.
Adriano Galliani mungkin kini mengenakan jas CEO Monza, namun di baliknya, darah Milan masih mengalir deras. Dalam dunia sepak bola yang terus berubah, sosok seperti Galliani menjadi pengingat akan loyalitas dan cinta yang tak lekang oleh waktu bahkan ketika tak lagi berada di kursi yang sama.
Dalam gala yang penuh nuansa dan nostalgia itu, Galliani mengajarkan satu hal: di antara semua statistik, strategi, dan bursa transfer, yang paling penting adalah hati dan tempat ia pernah menetap selama 31 tahun.
Leave a Reply